Kesenian Budaya Tradisional Kubro di Dusun Banggalan
Indonesia merupakan suatu negara yang berbentuk kepulauan. Dengan bentuk kepulauan, Indonesia memiliki beragam kebudayaan yang berbeda antar pulau. Masing-masing pulau memiliki ciri khas kebudayaan yang unik. Tidak terkecuali kebudayaan di pulau Jawa. Pulau Jawa merupakan salah satu pulau di Indonesia dengan kebudayaan yang beragam. Sebagian besar kebudayaan di pulau Jawa mengandung unsur-unsur kejawen yang kental. Selain unsur kejawen, kebudayan di pulau Jawa juga mengandung filosofi yang mendalam mulai dari kostum hingga gerakan-gerakan terkecil dalam kesenian tersebut.
Magelang merupakan salah satu daerah di pulau Jawa, tepatnya di daerah Jawa Tengah. Magelang memiliki kesenian yang beragam, mulai dari tarian hingga wayang. Salah satu kesenian berbentuk tarian yang berkembang di Magelang, terutama dusun Banggalan adalah kesenian Kubro. Kubro adalah sebuah tari kerakyatan dengan unsur filosofi yang tinggi. Tarian Kubro memiliki tujuan untuk menyebarkan syari’at islam kepada masyarakat Jawa. Kubro dapat juga disebut sebagai kesenian berbaris.
Pada awalnya kesenian ini dimainkan oleh laki-laki, namun seiring berjalannya waktu pemain Kubro diganti dengan wanita karena alasan keindahan. Penari dalam kesenian Kubro ini terdiri dari 16 orang untuk penari dewasa yang biasanya untuk kepentingan Isra’ Mi’raj dan 12 orang penari untuk penari anak-anak dengan tujuan permainan saja. Perbedaan antara penari dewasa dan anak-anak, selain pada pemain dan jumlah, juga terletak pada lagu. Namun demikian, tarian Kubro dapat dimainkan secara bersamaan antara penari dewasa dan anak-anak dengan jumlah 28 yang disebut dengan rodat semua. Tarian dalam kesenian Kubro dipimpin oleh satu orang dengan menggunakan pluit. Adapun, pluit tersebut digunakan untuk menandakan perubahan gerak tarian. Adanya pimpinan dengan pluit ini memiliki filosofi bahwa seseorang dalam menjalankan solat harus tunduk pada satu syar’at islam.
Keberadaan Kubro di dusun Banggalan pada awalnya dibawa oleh bapak Noto, sebagai seorang penggiat seni pada tahun 1972. Kehadiran Kubro dilatarbelakangi oleh unsur kesenangan dan kurangnya hiburan. Pada tahun 90-an, masyarakat Banggalan tidak memiliki banyak hiburan dan penerangan. Hal itulah yang membawa antusiasme masyarakat ketika kesenian Kubro ini ditampilkan. Banyaknya jumlah orang, musik yang keras hingga penerangan yang lebih dapat dengan mudah menggiring masyarakat untuk menikmati kesenian ini.
Memasuki era modern, kesenian Kubro mengalami kemunduran. Hal tersebut dipengaruhi oleh hadirnya gadget dan hiburan lain yang bersifat individual. Dengan demikian, kesenian Kubro saat ini hanya dimainkan ketika ada lomba. Kesenian Kubro di dusun Banggalan mengikuti lomba pertama kali pada acara PRPP atau Jatim Fair. Perlombaan paling jauh yang pernah diikuti yaitu pada acara Pekan Raya Pembangunan Provinsi atau Jateng Fair. Sedangkan acara paling besar yang pernah diikuti yaitu pada sebuah pertunjukan di Borobudur.
(sumber: wawancara dengan Bapak Harjo Dengkek)
By: Heralisa Saraswati